Fly with your imajination

Saturday, October 20, 2018

CIDAHA - Kehidupan Baru

SEBELUMNYA SELANJUTNYA
CERPEN

CIDAHA - CINTA DALAM HATI
Dalam Diam Ada Cinta Yang Terajut

by

MICKEY139

****


****


Bagian 6 : Kehidupan Baru

Sudah hampir tiga tahun berlalu sejak aku lulus dari universitas. Dan kini dengan intensitas pertemuan kami yang sangat minim, rasa sedih yang dulu kurasa perlahan memudar. Bahkan dengan perasaanku pada Reza. Sosok itu secara perlahan terlah terkikis habis seiring dengan waktu yang berjalan.

Memang tidak mudah, karena tiga bulan pertama, aku masih tetap memikirkan laki-laki itu. Tiap malam aku selalu menangis dalam diam di pojok kamar sambil memandangi wajah laki-laki itu yang secara diam-diam aku ambil dengan kamera ponselku. Atau ketika aku berpapasan dengan orang yang fisiknya sekilas mirip dengan laki-laki itu, aku tanpa sadar memanggil namanya dan berharap jika laki-laki itu memanglah Reza. Tetapi itu semua sudah berlalu. Berkat usaha dan kerja kerasku, aku bisa melupakan laki-laki itu. Aku sudah tidak lagi memikirkan dia. Aku bisa bebas melakukan apa saja tanpa dibayangi oleh bayangan Reza.

Kini, aku bekerja di perusahan jasa yang berbasis pada analisis kimia sebagai sekertaris. Pekerjaan yang padat juga kondisi lingkungan di sini membantuku bangkit dari keterpurukan.



Layla masih sering menghubungiku meminta kami untuk reuni yang kadang pula aku sanggupi. Yah, meski dulu aku merasa sedih tiap melihatnya, tetapi sebagian hatiku ternyata masih merindukannya sebagai sosok sahabat.

Lagipula, aku sadar, tidak seharusnya aku bersikap demikian pada Layla. Jika kupikir kembali, di sini akulah yang salah karena dulu tidak pernah jujur padanya tentang perasaanku hingga ia mau menerima hati Reza.

Dan sekarang, itu semua sudah berlalu. Aku juga sudah menceritakan tentang perasaanku yang dulu terhadap Reza. Layla memang sempat terkejut dan terlihat menyesal karena dulu dia tidak sadar dengan perasaanku yang notabenenya adalah sahabatnya sendiri dan malah mengumbar kemesraan di hadapanku, tetapi sekarang sudah tidak lagi. Meski ia masih sering menggodaku karena belum bisa pacaran.

Bunyi ponselku berdering, satu nama muncul di layar sebagai si pemanggil dan dia adalah ibuku.

"Ya, Ma." aku menyahut dengan nada girang. Sudah lebih dari enam bulan aku tidak pulang ke rumah. Kesibukanku di kantor sangat menyita tenaga juga pikiran. Bahkan ketika aku libur pun ponselku tak pernah alpa untuk berdering. Bukan hanya dari klien, dari pemilik, pun dari staff yang lain yang bertanya tentang pekerjaan.

"Kapan kamu bisa libur?" tanya mama dari seberang.

Sejenak aku menarik nafas dalam. Memikirkan tentang libur yang benar-benar bisa disebut libur. Minggu lalu aku sudah mengajukan pada bos untuk menambah karyawan baru sebagai sekeraris kedua atau staff yang bisa mengurangi sedikit pekerjaanku dan sampai detik ini, belum ada seorang karyawan pun yang berhasil lolos.

"Mungkin minggu depan, Ma." sahutku.

Terdengar helaan nafas dari mama, "Ini bukan PHP, kan Sayang?" tanyanya

"Insya Allah, Ma. Aku juga sedang menunggu karyawan baru agar pekerjaanku jadi sedikit lebih ringan dan bisa liburan dengan tenang." sahutku.

"Kalau gitu mama tunggu yah minggu depan."

Aku menghela, "Aku gak janji, Ma. Tapi aku bakal usahain."

"Aduh mama gak sabar buat kenalin kamu sama anak teman papa. Dia ganteng banget loh..." kata mama dengan nada terlampau girang.

"Maksud mama, mama mau jodohin aku?"

"Eh, bukan gitu sayang..."

"Ma, please deh, umurku masih dua puluh empat tahun. Aku bisa cari sendiri."

"Mama, kan gak pernah bilang mau jodohin kamu. Mama cuma mau ngenalin kalian berdua. Yah siapa tahu cocok."

"Tuh kan."

"Gak ada penolakan."

"Ta..tapi..."

"Atau nama kamu, mama hapus dari kartu keluarga."

"Ih kok mama tega sih."

"Makanya datang. Harus yah."

Aku menghela nafas, punya Ibu yang keinginannya tidak boleh ditolak adalah salah satu hal terburuk, "Iya, Ma. Kalau gitu aku tutup teleponnya Ma. Banyak kerjaan yang harus aku selesaikan."

Setelahnya aku mematikan sambungan dan menaruh ponselku di atas meja. Mood-ku benar-benar sudah hilang untuk melanjutkan pekerjaan. Tapi, karena ini bukanlah perusahaan milikku, dengan terpaksa dan dibarengi dengan mood yang jelek, aku tetap mengerjakannya. Meski harus direvisi beberapa kali karena bayak yang salah.

Seminggu berlalu begitu cepat. Karyawan yang ditunggu pada akhirnya datang setelah tiga hari ibuku menghubungiku. Dan seperti yang diharapkan, karyawan baru itu bekerja dengan begitu luwes dan teratur. Hanya sedikit kesalahan yang ia lakukan itu pun dengan cepat bisa ia perbaiki. Banyak pekerjaanku yang selesai dengan cepat. Dan pada akhirnya, liburan yang selama ini kuharapkan bisa kudapatkan.

Yah seperti itulah.



Dan akhirnya, hari ini tiba juga. Hari dimana ibuku akan memperkenalkan aku dengan anak teman papa.

Aku berdiri depan pintu rumah yang sudah terbuka sedikit lalu mendorongnya dan mengucap salam sebelum aku masuk.

Assalamu alaikum

Ada lima orang yang sudah duduk di ruang tengah, ibuku, ayahku, dua orang paruh baya, dan seorang laki-laki yang tidak kuketahui tengah membelakangiku.

"Waalaikum salam." Ibu menyahut dan membuat tiga orang yang lain menoleh padaku. Ayah dan kedua paruh baya yang duduk di sofa sampmpingnya. Ibu kemudian menghampiriku untuk kemudian menuntunku dan duduk di dekatnya. "Kenapa lama, Nak?" ibuku bertanya setelah kami sudah duduk di sofa yang sama.

"Maaf, Ma. Jalanan ke mari tiba-tiba macet karena ada kecelakaan." sahutku dengan rasa bersalah.

Ibu menggeleng pelan, tampak khawatir di wajahnya, "Tapi, kamu gak apa-apa, kan? Bukan kamu yang kecelakaan, kan?" tanya mama beruntun seraya memeriksa wajah dan tubuhku.

Aku menggeleng dan menggemgam tangan mama, "Bukan, Ma. Kalau aku yang kecelakaan, aku gak mungkin ada di depan mama sekarang. Paling orang atau aku yang telepon mama kala aku yang kecelakaan." sahutku terkekeh pelan agar mama tidak lagi khawatir.

"Ah, syukurlah." sahut mama penuh syukur.

"Aku mungkin akan bertindak lebih parah dari bu Ranti kalau anakku yang mengalaminya." sahut teman ayah sambil terkekeh.

"Dan parahnya, meski kami tidak apa-apa. Mama akan memaksa kami ke rumah sakit untuk diperiksa." laki-laki di sebelah teman papa menimpali dengan kekehan pelan yang membuat wajahnya terlihat tampan. Dan aku baru sadar jika laki-laki itu memang tampan.

"Oh, iya omong-omong kamu ingat kan yang tempo hari mama ceritakan sama kamu." kembali ibuku bertanya seraya tersenyum lembut.

Aku mengangguk dan melihat satu per satu orang yang ada di depanku termasuk dengan pria yang tadi tidak sempat berbalik dan menatapku. Aku tersenyum pada mereka yang juga membalas senyumanku.

"Maaf, lama."

"Tidak apa-apa sayang."

"Omong-omong ini Ibu Aisyah dan pak Darman. Mereka ini temannya Ayah."

Aku mengangguk dan tersenyum dan dibalas hal sama oleh mereka.

"Dan yang ini, anak ibu." kata Ibu Aisyah. "Namanya Romi Martanegara." Lanjutnya seraya tersenyum.

Aku tersenyum, "Saya Rayna." sahutku.

Tapi, kenapa rasanya nama Martanegara tidak asing di telingaku?



SEBELUMNYA SELANJUTNYA
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com