Fly with your imajination

Saturday, October 20, 2018

CIDAHA - Hati Yang Tercerai

SEBELUMNYA SELANJUTNYA

CERPEN

CIDAHA - CINTA DALAM HATI
Dalam Diam Ada Cinta Yang Terajut

by

MICKEY139

****


****


"Hayo ngelamunin apa dari tadi?" Layla datang dengan senyumnya yang cerah dan menulariku untuk ikut tersenyum. Hari ini dia sangat berbeda. Layla terlihat lebih bersemangat dan ceria. Aku tidak tahu alasannya apa, tapi sebentar lagi aku yakin cewek itu akan bercerita.

Aku menghela, "Tugas dari pak Darman banyak sekali sih." sahutku tampak berat seperti mendung yang tidak membiarkan sinar matahari untuk menghampiri bumi, padahal di luar tampak cerah. Langit biru, awan kecil yang berjalan pelan, juga hembusan angin sepoi. Ah, kenapa aku jadi melow begini?

"Alah, gak usah terlalu dipikirin." Layla menyanggah enteng. Senyum cewek manis itu masih setia menggantung di bibirnya, seperti tidak peduli bagaimana resiko kalau ada kesalahan pada tugasnya pak Darman. "Kita kan sudah di kasi materi, tinggal buat power poinnya terus dipresentasikan. Memang apa susahnya?"

Aku mencibir sedikit jengkel, "Kamu sih iya bisa bilang kayak gitu. Otak kamu kan encer, tidak seperti punyaku yang keras. Kayak batu karang, biar dihempas ombak tetap kokoh."

Layla terkekeh, "Ish kamu lebay deh. Yok kita jalan. Mumpung di taman belakang lagi sepi, kita bisa nongkrong di sana sambil makan siang."

Aku mengangguk dan membereskan perlengkapan kuliah. "Iya."

Kami berdua berjalan ke taman belakang. Seperti kata Layla, di sini tidak banyak mahasiswa yang menghabiskan jam makan siang. Hanya ada beberapa saja. Mungkin hanya untuk tidur siang atau mendapatkan pencerahan, atau bersantai seperti kami.

"Kamu bawa bekal lagi?" tanya Layla padaku ketika ia melihatku mengeluarkan kotak bekal dari dalam tas.

Aku mengangguk, "Kamu mau?" tanyaku menawarinya setelah membuka kotak bekal dan memperlihatkan makanan yang kubawa.

Layla menggeleng, "Aku sudah pesan sama Mbak Surti, bentar lagi pasti bakal dibawain."

Aku mengangguk, "Oke." lalu kami saling diam sambil menikmati hari cerah di bawah pohon beringin.

"Ray."

"Hm," Aku berbalik menatap Layla. Keningku bertaut bingung karena ekpresnya tampak aneh. Bibirnya bergerak, membuka lalu menutup, terlihat ingin bercerita namun, suaranya tidak terdengar. Layla seperti sedang berbisik pada angin. "Ada apa?" tanyaku.

"Kamu menyukai Reza?"

Untuk sesaat udara seperti berhenti masuk ke dalam paru-paru dan membuatku sulit berpikir. Dari mana Layla tahu? Apakah aku setransparan itu?

"Maksud kamu?" tanyaku berusaha menyembunyikan kegugupan yang tiba-tiba kurasa. Apalagi, saat Layla menatapku begitu dalam. Ia seperti sedang berusaha membaca apa yang ada di dalam pikiranku.

Beberapa detik kemudian cewek itu menghela, "Aku pikir kamu suka Reza, makanya selama ini aku selalu menahan diri kalau Reza mencoba mendekatiku."

Perasaanku mulai tidak enak.

"Maksudmu, kamu suka sama Reza?"

Ya Tuhan, kumohon tolong buat Layla mengatakan tidak, atau setidaknya ia menggeleng.

Sayangnya, apa yang kuharapkan tidak terjadi. Layla mengangguk dan membuatku terpaku sesaat. Ada suara retakan di dalam diriku yang bisa kudengar. Retakan yang membuat perasaan tak nyaman sekaligus terasa sesak.

"Iya. Sebenarnya, aku juga suka dia. Tapi, aku pikir kamu juga suka dengan dia makanya aku selalu menolaknya. Lagipula, aku juga masih bingung dengan perasaanku. Aku masih menunggu Rei, tapi sudah enam bulan ini aku belum dapat kabar dari dia. Tiap aku menghubungi nomornya, selalu sibuk atau tidak aktif. Chat dan email yang kukirim tidak pernah ada balasannya. Makanya aku bingung."

Tolong kuatkan aku, Tuhan.

"Apa kamu masih menyukai Rei?" tanyaku. Ada banyak kusisipkan harapan dalam jawabannya nanti.

Layla menghela napas, "Entahlah. Aku juga tidak tahu. Kami sudah LDR lebih dari empat tahun, sejak kami lulus sekolah sampai sekarang. Dan perlahan-lahan semua perasaan menggebu yang dulu kurasa, kini terasa hambar."

"Jadi bagaimana dengan Reza?"

Layla tersenyum, "Nah itu dia yang ingin kuceritakan, hehehe...."

Aku takut. Sungguh aku takut saat ini.

"Kemarin, dia nembak aku lagi..."

Ya Tuhan, kumohon.

"Dan aku terima, hehehe...." sahutnya malu-malu.

Namun, sikap malu-malunya itu justru terasa seperti racun bagiku. Jantungku berdebar dengan debaran gila yang membuat dadaku sakit. Kepalaku berdenyut, tanganku gemetar, lalu perlahan perasaan sedih yang tidak bisa kugambarkan bagaimana besarnya pun mulai terasa. Ini bera-benar sakit.

Sekian tahun aku berharap Reza mau melihatku, atau beberapa detik saja ia bisa berpaling ke arahku, ke arah perempuan yang selalu menunggunya, tetapi sepertinya harapanku itu terlalu besar. Alih-alih mengalihkan pandangannya padaku, ia lebih memilih mengalihkan matanya pada perempuan lain yang ada di sampingku. Pada sahabatku sendiri.

"Nah itu dia orangnya yang dibicarakan." Layla tiba-tiba bercelutuk di sela-sela rasa sedih yang kurasa. Perempuan itu begitu semangat menyambut pacar barunya, tanpa mengindahkan diriku yang mungkin sebentar lagi akan menangis tersedu kalau tidak mengingat ini bukan kamarku.

"Trims, Sayang sudah bawain makanan aku."



Reza tersenyum, lengkungan bibirnya terbentuk sempurnya, terlihat begitu manis. Senyum yang baru kali ini kulihat dari bibirnya, dan sayangnya senyuman itu bukan untukku, melainkan untuk dia. Seseorang yang kusebut sebagai sahabat.

"Iya Sayang." Reza balas menyahut. Kali ini nada bicaranya terdengar begitu lembut. Berbeda ketika ia berbicara padaku dalam beberapa tahun ini. Laki-laki itu meletakkan mangkuk pesanan Layla tepat di depannya dengan gerakan begitu pelan seperti seorang ahli. Kentara sekali kalau ia tidak ingin membuat kuah bakso itu tumpah dan mengenai kulit Layla. Perhatian yang baru kali ini kulihat dari seorang Reza untuk perempuan. Dan lagi-lagi itu bukan untukku, melainkan untuk Sahabatku.



Aku menarik napas dalam, melihat interaksi mereka sudah cukup membuatku hancur berkeping-keping. Sudah cukup membuat organ dalamku bergejolak dengan rasa sakit luar biasa. Aku benar-benar ingin menangis saat ini dan meluapkan segala sesak yang menekan dada.

"Se...sepertinya aku mengganggu kalian, yah?" kataku agak terbata. Pengaruh rasa kecewa dan tidak terima. Buru-buru aku membereskan bekal yang belum sempat aku cicipi.

"Eh, ada Rayna juga toh." kata Reza sambil menggaruk belakang lehernya.

Rasanya kesedihanku semakin bertambah saat ini karena sosokku tidak begitu terlihat di matanya. Karena itulah, aku harus segera pergi dari sini.

"Tidak kok Ray. Santai saja yah." sahut Layla.

Tapi aku tidak bisa santai selama aku melihat interaksi kalian.

"Maaf, ta ... tapi sepertinya aku harus pergi. Aku lupa kalau harus mengambil pesanannya Bu Airin."

Layla tampak tidak terima dengan apa yang kulakukan, "Eh, kok begitu...."

"Sudah Sayang, jangan menahannya. Kan kamu sendiri yang bilang kalau Bu Airin itu keras dan tidak bisa dibantah." kata Reza menghentikan Layla yang masih ingin menahanku bersama mereka.

Layla menghela napas, meski masih nampak tidak terima tapi ia tetap menyetujui perkataan Reza. "Ya sudah deh." sahutnya pasrah.

Kupaksakan bibirku untuk melengkung ke atas, "Kalau begitu aku pergi yah." ujarku kemudian mengambil tas beserta buku cerita bergambar yang tadi kuniati ingin melanjutkannya di sini.

Layla mengangguk dan Reza tersenyum. Aku tahu kalau Reza senang dengan kepergianku karena ia bisa menghabiskan waktu berdua dengan Layla.


SEBELUMNYA SELANJUTNYA
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com