Fly with your imajination

Saturday, October 20, 2018

CIDAHA - Hati Yang Bimbang

SEBELUMNYA SELANJUTNYA
CERPEN

CIDAHA - CINTA DALAM HATI
Dalam Diam Ada Cinta Yang Terajut

by

MICKEY139

****


****

BAGIAN 7 : HATI YANG BIMBANG

Puas aku dan Romi mengobrol di belakang rumah, kami berdua kembali di dalam untuk menemui kedua orang tuaku.

Romi adalah sosok yang lembut, cara bicaranya tidak seperti kebanyakan laki-laki yang keras. Tutur katanya sangat lembut dan ia juga perhatian. Sosok laki-laki yang diidamkan oleh banyak perempuan, termasuk diriku. Tapi, meski demikian tetap saja di sudut hatiku yang lain, ada sedikit kebimbangan, entah kenapa.

Mungkin karena pengaruh Reza yang belum sepenuhnya hilang. Atau mungkin juga karena kami baru bertemu. Entahlah. Tidak ada yang tahu tentang hal itu.

Tiba di ruang tengah aku dikejutkan oleh satu sosok yang berbada dari empat orang yang berada di sana. Seorang laki-laki tegak yang duduk membelakangiku. Dan aku tidak tahu siapa laki-laki itu.

"Kamu pasti penasaran?" Romi bertanya di belakangku.

Aku diam, kubiarkan pertanyaan itu mengambang di udara. Aku tidak tahu dari mana datangnya perasaan yang tiba-tiba menggelayuti hatiku. Rasanya resah namun juga rindu. Sosok itu mengingatkan aku dengan seseorang yang berusaha kulupakan.

Dia adalah...

"Reza, kamu datang juga?"

Reza.

Untuk sesaat waktuku seperti bergerak lambat ketika laki-laki itu berbalik dan tersenyum. Yah dia memang Reza. Laki-laki yang sudah tiga tahun tak pernah lagi kutemui sosoknya.

"Rom..." Reza menyapa dengan senyum khasnya yang masih seperti dulu.

Romi menghampiri, sementara aku masih terpaku ditempat menyaksikan mereka.

Kenapa disaat aku sudah yakin, jika hatiku sudah hampir berhasil berpaling, ia kembali muncul?

"Nah ini dia Nak Reza, anak ketiga pak Rahman." ayahku mengenalkan dengan senyum ramahnya.

Tapi aku tetap terdiam dan masih dalam keterpakuan yang sama. Aku masih berusaha memahami kondisiku saat ini.

"Hai, Ray."

Aku memejamkan mata untuk menahan gejolak di dalam dada dan ikut menghampiri Reza yang duduk di sofa bersama keluarganya dan keluargaku.

"Gimana kabar kamu?" tanyanya.

"Baik." sahutku singkat.

"Kalian sudah saling kenal yah?" tanya mama dengan antusias yang diikuti senyum terkulum dan penuh harapan dari orang-orang yang berada di dalam ruang tengah.

Reza mengangguk lantas tersenyum, "Kami dulu satu sekolah pas SMA dan satu universitas."

"Benar, Sayang?" tante Aisyah bertanya yang kusahuti dengan anggukan singkat, "Iya, Tante."

"Ma, bisa gak kami mengobrol berdua?"

Pndanganku refleks mengarah padanya.

"Oh, boleh Sayang." sahut mama dengan lebih antusias.

"Terima Kasih, Ma. Tante." kemudian ia beranjak dari sana dan bergerak ke arah bagian samping rumah tempat dipan berada.

Aku masih terdiam di tempatku sembari memikirkan hal apa yang ingin Reza sampaikan padaku. Namun, pandangan tanya yang diberikan oleh keluargaku membuatku mengikuti Reza.

"Ada apa?" tanyaku ketika kami sudah duduk di dipan.

"Sudah lama yah kita tidak ketemu."

Aku mengangguk namun membiarkan pernyataan itu mengambang di udara.

"Gimana kabar kamu?" sekali lagi dia bertanya tentang kabar

"Baik." dan lagi aku menjawab singkat.

"Perasaanmu?"

Aku berbalik padanya mencoba mendalami apa maksud dari perkataannya, namun pandangannya justru mengarah pada langit.

"Masih sama." sahutku lagi.

"Jadi aku masih punya kesempatan?"

Kubiarkan keningku menyerngit karena kata-katanya yang tidak kumengerti, "Maksud kamu?"

"Artinya aku punya kesempatan."

"Kesempatan?"

Reza tersenyum, "Ya kesempatan yang pernah aku sia-siakan."

DEG

Jantungku berdebum dengan cepat saat mengerti maksud dari perkataan Reza. Aku menunduk sambil menenangkan debaran jantungku yang mungkin sebentar lagi akan meledak jika dibiarkan berdetak dengan irama secepat laju kuda.

Aku menunduk seraya menarik napas dalam lalu menghembuskannya secara perlahan, menarik napas lagi kemudian menghembuskannya, begitu terus sampai jantungku lebih tenang.

Tapi kenapa aku justru merasa ragu dengan perkataannya? Meski jantungku berdetak dengan tidak karuan, ada sebagian dari diriku yang tidak mau mempercayai perkataan Reza.

"Maaf, aku tidak bisa." sahutku hingga refleks berpaling padaku. Ia menatapku begitu dalam. Dan aku bisa melihat ada kekecewaan dari sorot matanya.

"Kenapa?"

"Aku tidak bisa."

"Apa karena kamu sudah punya pilihan lain?"

Aku menggeleng.

"Itu artinya kita bisa mencobanya, kan?"

Aku tetap menggeleng, "Tidak."

"Kenapa?"

Aku menatapnya nyalang, "Karena aku tahu bagaimana perasaanmu terhadap sahabatku, Layla dan aku tidak mau dijadikan sebagai batu loncatan agar kamu bisa dekat lagi dengan Layla." sahutku menekan kata batu loncatan .

"Kamu salah." belanya.

"Apanya? Dan jangan beralasan jika sikapmu yang dulu hanya untuk menutupi bagaimana perasaanmu yang sebenarnya."

"Tapi, itu adalah kebenarannya."

Aku menggeleng tidak percaya. "Kamu berbohong."

Reza mengusap fajahnya yang terlihat frustasi. "Bagaimana jika aku bilang, sebenarnya dari awal kamulah yang kusukai dan Layla hanya orang yang membantuku untuk mengetahui bagaimana perasaanku yang sebenarnya. Apa kamu percaya?"

DEG

Apa begini caranya merayu perempuan untuk mendapatkan perhatiannya? Kalau benar begitu maka ia sudah berhasil.

Aku menunduk untuk menutupi rona merah yang perlahan kurasa di wajahku.

"Ray..."

Aku tetap bergeming.

"Ray..."

Tetap tak berpaling. Rona di wajahku belum sepenuhnya hilang dan aku tidak ingin dia melihat wajahku yang seperti ini.

"Rayna..."

Aku mendengus dan menyerah untuk berpaling padanya, namun sebelum benar-benar melihatnya, kurasakan ada benda kenyal yang sudah menempel di bibirku. Menelusurinya lalu kemudian mengemutnya dengan perlahan dan dengan intensitas kelembutan yang mampu membuat organ pemompaku semakin tak karuan bekerja.

Aku masih diam ketika bibirnya tetap bermain dengan bibirku, hanya mataku saja yang terbelalak karena terkejut dengan jantung yang semakin bergemuruh.

Reza menyatukan kening kami setelah selesai mencium bibirku. Ia menangkup kedua pipiku dan mendongakkan kepalaku untuk mempertemukan mata kami. "Ya, Ray aku sudah menyukaimu sejak lama, tetapi aku bingung bagaimana cara untuk mendekatimu. Kamu terlalu pasif, kamu terlihat tidak menyukaiku dan selalu menghindariku. Aku bahkan mengira jika kamu terlalu membenciku karena sudah mengambil satu-satunya teman yang kamu miliki di kampus."

Aku tetap bergeming di tempat. Otakku masih menelaah apa yang sedang terjadi saat ini. Hingga beberapa detik kemudian kesadaranku kembali tanganku refleks menamparnya.

PLAK

"Kurang ajar. Jadi, selama ini kamu hanya memanfaatkan Layla?"

"Kamu salah, ak..."

"Padahal hari itu Layla merasa sangat bersalah karena sudah menyakitimu, dia terus gelisah dan sepanjang waktu dia terus memikirkan bagaimana perasaanmu, dan KAU..." aku menuding wajahnya dengan jari telunjuk, "Kau hanya memanfaatkannya."

"Please, Ray jangan salah paham..."

Aku mengangkat tangan untuk menghentikan ucapannya, "Jangan pernah menemuiku lagi." ucapku lantas berlari menuju kamarku tanpa berkata apa-apa.

SEBELUMNYA SELANJUTNYA
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com