Fly with your imajination

Saturday, October 20, 2018

CIDAHA - Bimbang

SEBELUMNYA SELANJUTNYA
CERPEN

CIDAHA - CINTA DALAM HATI

Dalam Diam Ada Cinta Yang Terajut

by

MICKEY139

****


****


Bagian 4 : Bimbang

Enam bulan berlalu sejak Layla curhat tentang perasaannya, semuanya terlihat baik-baik saja. Intensitas pertemuanku dengan mereka pun semakin sedikit. Selain karena sisa mata kuliah yang aku ambil sedikit, aku juga sibuk dengan penelitianku. Yah, sekarang aku sudah menginjak semester akhir dan sebentar lagi aku akan meninggalkan universitas ini.

Aku sengaja ingin menyelesaikan pendidikanku secepatnya karena aku tidak mau bertemu mereka lagi terutama pada Reza. Laki-laki yang sudah melululantahkan perasaanku. Meski ia tidak tahu tentang perasaanku yang sebenarnya.

BUK

Aku mengerjap beberapa kali ketika seseorang menggebrak meja dengan beberapa buku di hadapanku. Kutengadahkan kepala hanya untuk melihat pelaku yang dengan seenak jidatnya menaruh buku tersebut dengan keras di hadapanku.


"Reza!?"

Jantungku bergemuruh saat satu nama meluncur mulus dari bibirku. Yah dia adalah Reza. Pacar sahabatku. Orang yang sudah mengobrak-abrik perasaanku. Cinta pertamaku, sekaligus orang yang sudah membuat hatiku pecah berkeping-keping. Dan untuk beberapa detik aku tidak bisa berpikir.

Aku menghela nafas setelah beberapa saat sempat terpekur karena keberadaan laki-laki ini yang tidak kuharapkan sama sekali ada di hadapanku sekarang. Aku menyerngit ketika tanpa sengaja pandanganku jatuh pada beberapa bangku ruang perpustakaan yang kosong. Kenapa dia memilih tempat di depanku, sementara bangku kosong masih banyak? Dan lagi dari semua sikapnya yang begitu dingin dan tak mengharapkan keberadaanku seharusnya ia tidak memilih bangku yang sama denganku?

Suara deritan kursi terdengar nyaring di antara sepinya perpustakaan saat aku bangkit berdiri dan mengambil beberapa buku yang sudah kuambil setelah membereskan perlengkapanku di atas meja.

"Permi..."

"Kamu mau ke mana?"

"Eh?" aku menghentikan gerakanku ketika Reza memotong ucapanku. "Mmm mau pindah." sahutku dengan kening yang bertaut.

"Kenapa?" tanyanya.

Loh, bukannya sudah jelas kalau ia tidak menyukaiku? Lagipula dengan sebangku dengan dia, aku akan sulit berkonsentrasi.

"Aku akan sulit berkonsentrasi jika ada orang lain yang sebangku denganku." sahutku jujur.

Dia menghela nafas, "Aku tidak akan mengganggumu. Jadi, kau tidak usah pindah." sahutnya.

Tapi, tetap saja aku tidak akan bisa berkonsentrasi.

"Maaf, aku tidak bisa." sahutku bersikukuh.

"Apa kamu membenciku?"

Aku menggeleng. Mana mungkin aku membencimu sementara hatiku berkata sebaliknya?

"Tidak."

"Lalu kenapa kamu sering menghindari aku? Kami, aku dan Layla?"

Aku mengeratkan peganganku pada buku yang kupegang ketika mengingat bagaimana hancurnya perasaanku tiap melihat kemesraan mereka. Jadi, bagaimana mungkin aku bisa bersama mereka, sementara hatiku sudah berdarah-darah di dalam sana?

"Karena aku tidak mau mengganggu kalian." sahutku retoris.

"Bohong."

Ya. Aku berbohong. Jawaban yang sebenarnya adalah karena aku tidak ingin melihat kemesraan yang kalian tampilkan di depanku. Karena itu akan membuatku semakin menderita.

Aku menggeleng, "Tidak."

"Kamu berbohong." Reza tetap kukuh pada pendapatnya.

"Aku tidak bohong." jawabku.

Reza terkekeh, "Apa kamu pikir bisa membohongiku?"



Aku diam tidak menyahut. Masih menerka-nerka maksud di balik ucapan Reza yang ia lontarkan padaku. Angin dari luar perpustakaan berhembus menerpa pohon-pohon hingga menghasilkan suara desisan lembut sebagai backsound kami di dalam perpustakaan ini. Sinar jingga dari matahari sore menerpa kami berdua dan membentuk bayangan kami di lantai. Satu persatu mahasiswa sudah meninggalkan perpustakaan hingga menyisakan kami berdua termasuk penjaga perpustakaan di mejanya.

Aku menghela nafas dan menatapnya yang masih fokus untuk menatapku, "Baiklah aku akan jujur." kataku, "Bukankah yang sebenarnya adalah kamu yang tidak menyukaiku ketika berada di sekitar kalian?" sahutku terkekeh miris. Mengingat semua perlakuan yang dia lakukan padaku. Menganggapku hanyalah debu-debu yang bisa mengganggu keberadaan mereka.

"Aku tidak pernah begitu..."

"Hanya orang bodoh yang tidak mengerti semua tindakanmu." kataku memotong ucapannya. "Sikapmu yang dingin, tidak acuh, dan mengabaikan keberadaanku selalu kurasa tiap aku bersama kalian. Apa kau pikir aku seperti anak kecil yang tidak mengerti itu?"

"Kau salah..."

Aku menggeleng dan mengangkat tangan untuk menghentikan ucapannya. "Terserah kamu dan jangan memberi alasan. Tindakanmu selama ini sudah cukup memberitahuku tentang perasaanmu padaku yang tidak menyukai keberadaanku." sahutku kemudian pergi dari perpustakaan meninggalkan Reza yang masih terpekur di bangkunya.

Yah, ini sakit. Ketika aku tahu jika orang yang aku cintai selama beberapa tahun ternyata tidak menyukai keberadaanku di sekitarnya.



...

Hari-hari berlalu, setelah pertemuan terakhirku dengan Reza, laki-laki itu tak pernah lagi Nampak di hadapanku. Dia seperti hilang ditelan bumi, bahkan dengan Layla sekali pun sudah tidak pernah lagi kulihat. Pasangan itu tak pernah lagi mengumbar kemesraan di depan umum. Dan anehnya, tidak ada gossip yang beredar seperti kebanyakan pasangan yang tidak pernah lagi terlihat kebersamaannya.

Layla terlihat biasa ketika aku satu kelas dengannya. Rautnya tidak menunjukkan adanya tekanan atau sedih. Perempuan itu benar-benar seperti dirinya yang biasa. Tapi anehnya, aku justru merasakan ada yang aneh dengan dirinya. Meski ia menutupinya dengan senyum, dia tetap tidak bisa menutup binar matanya.

Aku menghampirinya yang tengah mengobrol dengan mahasiswa lain, "Layla."

Dia mendongak dan menatapku. Ia memberiku senyum terkulum, "Sudah mau jalan?"

Aku mengangguk, "Tapi kalau masih mau mengobrol dengan mereka, aku akan menunggu saja."

Layla menggeleng, "Tidak kok. Ayok." lalu ia pamit pada mahasiswa lain yang tadi bersamanya dan melangkah bersamaku menuju bagian belakang fakultas. Tempat yang menjadi saksi bagaimana perasaanku hancur karena pernyataan Layla.

Tiba di sana, kami hanya duduk dan menikmati angin sore yang berhembus. Layla diam dan aku juga ikut terdiam. Aku membuka buku gambar dan mulai menjalankan hobiku, membuat cerita bergambar untuk anak kecil. Ini adalah hadiah untuk keponakanku yang akan berulang tahun dua minggu lagi dan ibunya yang adalah kakakku memintaku untuk menghadiahkan anaknya buku cerita bergambar.

"Ray..." Layla mulai membuka suara yang kusahuti dengan gumaman karena fokus pada gambarku.

"Kamu tahu, aku dan Reza sudah putus minggu lalu."

Tanganku terhenti dan hampir menggoreskan garis yang salah. Aku berpaling pada Layla yang menunduk dengan tangannya yang terpilin di atas pahanya.

"Kenapa?" tanyaku. Buku gambar masih berada di atas pangkuanku.

"Aku memberi tahu Reza kalau aku sudah punya pacar sebelum pacaran dengan dia..." Layla menjeda ucapannya untuk menarik nafas dalam. Dari sisiku, aku bisa melihat jika Layla sedang menanggung beban berat dan rasa sesal yang dalam pada Reza. "Dan kau tahu jawabannya apa?"

Aku hanya diam mendengarkan. Tidak bersuara dan hanya menerka-nerka sambil menunggu kalimat yang akan ia ucapkan.

"Dia bilang, dia sudah tahu..."



Layla memejamkan matanya lalu mendongak menatap awan. Tangannya dia sandarkan kebelakang sebagai tumpuan tubuhnya. "Tapi, dia tidak menegurku atau marah padaku. Dia tidak membentak atau menamparku, ia hanya tersenyum dan bilang ia sudah tahu."

Sejujurnya, aku tidak tahu bagaimana perasaan Layla saat ini. Yang aku tahu, ia pasti sedih dan menanggung beban yang sangat berat.

"Dan aku tanya alasannya." Layla melanjutkan ucapannya. Ia berpaling padaku dan melihatku.

"Kamu tahu apa jawabannya?"

Dan sekali lagi aku menggeleng tidak tahu.

"Dia bilang karena dia sayang aku."

Air mata Layla menetes. Mengalir dan membasahi pipi putihnya yang merona. Di sini, aku benar-benar tidak tahu harus memihak yang mana. Reza adalah laki-laki pertama yang berhasil menyentuh hatiku dan sampai sekarang tetap bertahta di sana, sedangkan Layla adalah sahabatku. Dia adalah orang pertama yang mau menerimaku untuk berada dekat dengan dirimya. Menarik diriku dari keterpurukan sepi.

"Aku jahat banget yah Ray. Seharusnya aku gak lakuin itu sama dia. Dia terlalu baik." Layla kembali berucap di sela isakannya.

Aku memejamkan mata seraya menarik nafas dalam lalu menariknya ke dalam pelukanku. "Kamu sudah benar dengan melakukan itu." Jawabku menenangkannya.

"Tapi aku sudah membuat Reza sakit hati, Ray."

"Kamu akan membuatnya semakin sakit hati kalau kamu tidak memberitahunya di awal." sahutku seraya membelai rambut panjang Layla.

"Tapi tetap saja aku jahat banget. Seharusnya aku menolak Rai untuk kembali."

"Kalau kamu lakuin itu, suatu saat nanti, tanpa kamu sadari justru akan membuat hatimu jadi bimbang dan ujung-ujungnya kamu akan membuat Reza, Rei dan kamu menderita."

"Terus sekarang bagaimana caranya agar Reza bisa memaafkan kesalahanku?"

"Hadapi dan minta maaf padanya. Aku tidak bisa bilang kalau Reza bakal maafin kamu sepenuhnya karena kesalahan kamu ini, tapi yang aku tahu tentang laki-laki itu, dia juga tidak akan membuat perempuan yang ia sayang sedih." kataku.

Layla mengurai pelukan kami lantas menatapku dengan binar penuh harapan. Ia kemudian mengangguk dan tersenyum. "Aku akan coba. Trims Ray, kamu benar-benar sahabat aku yang paling bisa memberikan solusi." lalu kemudian ia menghapus air matanya dan bangkit. "Kalau gitu aku pergi dulu. Aku mau minta maaf ke dia." ucapnya sebelum pergi meninggalkan aku dengan keterpakuan di tempatku.

Aku tidak mengerti dengan perasaanku saat ini. Sebenarnya aku senang mendengar kabar putusnya Reza dan Layla, namun di sisi lain, hatiku malah merasa sedih. Sahabat dan orang yang kucintai merasa sedih karena perasaan mereka.


SEBELUMNYA SELANJUTNYA
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com